TUGAS EPTIK PERTEMUAN 14
PENYADAPAN TELEPON TERHADAP KEPALA NEGARA OLEH AUSTRALIA
(Cyber
Espionage)
Disusun
Oleh :
Dhita Febrianti S. (12190167)
Fanny Adytia (12190169)
Niken Rahmasari (12190061)
Kelas : 12.5A.11
PROGRAM STUDI TEKNIK
INFORMARTIKA
UNIVERSITAS NUSA MANDIRI
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Awal
mula penyerangan didunia Cyber pada tahun 1988 yang lebih dikenal dengan
istilah Cyber Attack. Pada saat itu ada seorang mahasiswa yang berhasil menciptakan
sebuah worm atau virus yang menyerang program komputer dan mematikan sekitar
10% dari seluruh jumlah komputer di dunia yang terhubung ke internet. Pada
tahun 1994 seorang anak sekolah musik yang berusia 16 tahun yang bernama
Richard Pryce, atau yang lebih dikenal sebagai “the hacker” alias “Datastream Cowboy”,
ditahan dikarenakan masuk secara ilegal ke dalam ratusan sistem komputer rahasia
termasuk pusat data dari Griffits Air Force, NASA dan Korean Atomic Research
Institute atau badan penelitian atom Korea.
Dalam
interogasinya dengan FBI, ia mengaku belajar HACKING dan cracking dari
seseorang yang dikenalnya lewat internet dan menjadikannya seorang mentor, yang
memiliki julukan “Kuji“. Cybercrime dikelompokan dalam beberapa bentuk sesuai
modus operandi yang ada, salah satunya yaitu “Cyber Espionage” yang akan dibahas
lebih lanjut.
Dengan
pesatnya perkembangan teknologi di dunia yang serba ada ini dapat memudahkan
individu dalam melakukan segala sesuatu, salah satunya merupakan tindak
kejahatan dunia maya (Cyber crime). Banyak tindak kejahatan yang dapat dikategorikan
kedalam cyber crime salah satunya adalah cyber espionage atau bisa disebut juga
memata-matai atau mengintai orang yang dianggap memiliki peran penting untuk di
jadikan korban dengan tindak cara ilegal.
Sebelumnya hal ini pernah menimpa mantan Presiden Republik Indonesia yakni Susilo Bambang Yudhoyono, aktivitas komunikasi baik melaui hp maupun telepon telah dimata-matai oleh Australia yang tentunya merupakan tindakan ilegal secara hukum yang akan bahas lebih lanjut secara menyeluruh.
1.2 Maksud dan Tujuan
Adapun makalah ini dibuat dengan maksud dan tujuan sebagai berikut :
-
Memberi pengetahuan tentang apa itu Cyber
Espionage dan bagaimana cara penanggulangannya
-
Memberikan kesadaran kepada pembaca maupun
penulis akan ancaman dan bahaya kejahatan cyber.
- Untuk menyelsaikan tugas makalah mata kuliah EPTIK
1.3 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah nya adalah sebagai berikut :
1. Seperti apa hukum yang berlaku di Indonesia terhadap kejahatan cyber espionage?
2. Bagaimana cara menanggulangi kejahatan Cyber Espionage?
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Umum Penyadapan
Secara
terminologi penyadapan dapat diartikan sebagai sebuah proses, sebuah cara atau
menunjukkan perbuatan, atau tindakan melakukan sadapan (Kristian S.H., 2013,
Sekelumit tentang Penyadapan dalam Hukum Positif di Indonesia, Nuansa Aulia, Bandung,
h. 179). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), penyadapan dapat diartikan
sebagai proses dengan sengaja mendengarkan dan merekam informasi orang lain
secara diam-diam dan penyadapan itu sendiri memiliki berarti suatu proses,
suatu cara atau perbuatan menyadap (KBBI, 2008, h 1337). Penyadapan memiliki
banyak istilah yang dipakai secara umum. Ada yang menyebut penyadapan dengan
isitilah wiretapping (Kristian S.H, op.cit, h 180). Wiretapping adalah proses
pengambilan informasi dari percakapan orang lain tanpa diketahui orang itu.
Pengertian dari wiretapping inilah yang menjadi dasar dari interception.
Istilah interception merupakan perubahan
dari istilah wiretapping.
Interception
berasal dari kata “intercept” yang dalam Bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai
tindakan penyadapan. Abdul Hakim Ritonga mengatakan bahwa penyadapan ialah
tindakan mendengarkan, merekam, mengubah, menghambat dan mencatat transmisi
informasi elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan
kabel komunikasi ataupun jaringan nirkabel (Kristian S.H., op.cit, h. 184-185).
Menurut WJS Purwodarminto (2008), penyadapan merupakan kegiatan atau serangkaian
kegiatan penyelidikan atau penyidikan yang dilakukan oleh penyidik pejabat
polisi negara RI dengan cara melakukan penyadapan pembicaraanmelalui telepon
atau alat komunikasi elektronika lainnya, dalam kamus hukum penyadapan
intelijen adalah : “Cara mendapatkan keterangan dengan melakukan penydapan
sistem komunikasi pihak sasaran yang dilakukan secara rahasia/clandestine,
tanpa diketahui oleh sasaran atau pihak-pihak lainnya.”.
Penyadapan
yang dilakukan oleh intelijen biasanya dalam bentuk penyadapan telekomunikasi
adalah : “Kegiatan memasang alat atau perangkat tambahan pada jaringan
telekomunikasi untuk tujuan mendapatkan informasi dengan cara tidak sah.”. Penyadapan
yang sah (lawful interception) atas informasi adalah :
“Kegiatan
untuk mendengarkan, merekam, membelokan, mengubah, menghambat dan mencatat
trasmisi Informasi Elektronik atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat
publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel,
seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi yang dilaksanakan oleh
aparat penegak hukum atau badan intelijen yang berwenang berdasrkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.”.
Menurut
Bryan A. Garner, Black Law Dictionary : “Intercept is to covertly receive or
listen to a communication, refers to covert reception by a law enforcement agency”.
Dalam
pasal 31 Undang-Undang nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik menyebutkan :
“Intersepsi
atau penyadapan adalah kegiatan untuk mendengarkan, merekam, membelokkan,
mengubah, menghambat dan mencatat transmisi Informasi Elektronik atau Dokumen
Elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel,
seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi.”.
Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara : “Penyadapan adalah kegiatan mendengarkan, merekam, membelokan, mengubah, menghambat dan mencatat transmisi informasi elektronik atau dokumen elektronik, baik meenggunaka jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetik atau radio frekuensi, termasuk memeriksa paket, pos, surat-menyurat dan dokumen lainnya. Yang dimkasud dengan “Peraturan perundangundangan” adalah Undang-Undang ini. Hasil penyadapan hanya digunakan untuk kepentingan Intelijen dan tidak untuk dipublikasikan.”.
2.2 Pengertian Spionase
Spionase atau tindakan memata-matai adalah suatu tindakan yang melibatkan pemerintah atau seacara individual untuk mendapatkan informasi yang rahasia atau sangan penting tanpa adanya izin dari pemilik informasi tersebut. Spionase merupakan kegiatan yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi yang biasanya merupakan tindakan ilegal dan dapat dihukum. Tindakan spionase biasa dilakukan berdasarkan permintaan dari suatu instansi baik instansi pemerintah maupun berasal dari perusahaan untuk kepentingan bisnis. Permintaan spionase yang berhubungan dengan kegiatan militer dari musuh sedangkan spionase yang berhubungan dengan perusahaan biasa dengan istilah spionase industri.
2.3 Cyber Espionage
Kejahatan
siber berkembang pesat. Banyak ragam kejahatan siber yang telah beredar di
seluruh dunia. Salah satu bentuk kejahatan siber tersebut adalah Cyber Espionage
atau spionase siber. Cyber Espionage adalah kejahatan yang memanfaatkan jaringan
internet untuk melakuakan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan memasuki
sistem jaringan komputer (computer network system) pihak sasaran. Kejahatan ini
bisanya ditunjukan terhadap saingan bisnis yang dokumen ataupun data-data
pentingnya tersimpan dalam suatu sistem komputerisasi (Maskum, op cit, h. 53).
Cyber
espionage sendiri telah disebutkan di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik namun tidak didefinisikan secara
jelas. Pasal yang behubungan dengan cyber espionage terdapat dalam Pasal 30 Ayat
(2), Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 32 ayat (2). Sedangkan secara internasional,
cyber espionage disebut dalam Convention On Cybercrime yang dibuat oleh Council
of Europe yang dibuat di Budapest tahun 2001 lalu. Dalam konvensi tersebut
tidak disebutkan secara gamblang mengenai cyber espionage, namun hanya disebutkan
ciri-ciri yang mengarah kepada tindakan cyber espionage seperti yang terdapat
dala Pasal 2 tentang Akses Ilegal dan Pasal 3 tentang Penyadapan Ilegal.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Penyadapan Pemerintah Indonesia oleh Australia
Analis
dari Agensi Keamanan Nasional Amerika Serikat alias NSA, Edward Snowden, pada
Desember lalu mengungkapkan pemerintah Australia telah melakukan penyadapan
terhadap pemerintahan Indonesia. Adapun penyadapan yang dilakukan pada 2009 itu
berfokus pada lingkar Istana Kepresidenan Indonesia, termasuk keluarga presiden.
Snowden
mengatakan aksi penyadapan itu merupakan bagian dari program kerja oritas
nasional penyadapan Australia alias Australian Signals Directorate (ASD. Program
itu diberi sandi "Stateroom" serta meliputi intersepsi radio,
telekomunikasi, dan lalu lintas Internet.
Hukuman
yang di jatuhkan : Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana
dimaksud pada ayat(3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Berdasarkan
UU Telekomunikasi, penyadapan adalah perbuatan pidana. Secara eksplisit
ketentuan Pasal 40 undang-undang a quo menyatakan, Setiap orang dilarang melakukan
penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan telekomunikasi dalam
bentuk apa pun. Pasal 56 menegaskan, Barang siapa melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud Pasal 40, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun.
Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi Penyalahgunaan Internet yang mengganggu ketertiban umum atau pribadi dapat dikenakan sanksi dalam Undang-Undang ini, terutama bagi para hacker yang masuk kepada sistem jaringan milik orang lain (illegal acces) yaitu akses secara tidak sah terhadap system computer, Sebagaimana diatur dalam Pasal 22, yaitu setiap orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak, tidak sah, atau memanipulasi: (a) Akses ke jaringan telekomunikasi; (b) Akses ke jasa telekomunikasi; (c) Akses ke jaringan telekomunikasi khusus.Apabila anda melakukan hal tersebut seperti yang pernah terjadi pada website KPU www.kpu. go.id, maka dapat dikenakan Pasal 50 yang berbunyi “Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana di maksud dalam Pasal 22, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
3.2 Motif Cyber Espionage
Motif Cyber Espionage adalah untuk memperoleh keuntungan berupa dokumen atau data-data rahasia yang tersimpan dalam suatu sistem yang computerize yang didapatkan tanpa izin dengan memata-matai suatu jaringan dari pihak sasaran.
3.3 Penyebab Cyber Espionage
Penyebab
adanya Cyber Espionage ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :
a. Faktor
Politik
Faktor ini biasanya dilakukan oleh
oknum-oknum tertentu untuk mencari informasi tentang lawan.
b. Faktor
Ekonomi
Karena latar belakang ekonomi orang bisa
melakukan apa saja, apalagi dengan kecanggihan dunia cyber kejahatan semakin
mudah dilakukan dengan modal cukup dan keahlian dibidang komputer.
c. Faktor
Sosial Budaya
Ada beberapa aspek :
1. Kemajuan
Teknologi Informasi
Karena teknologi sekaran semakin canggih
dan seiring itu pun mendorong rasa ingin tahu para pecinta teknologi dan
mendorong mereka melakukan eksperimen.
2. Sumber
Daya Manusia
Banyak sumber daya manusia yang memiliki
potensi dalam bidang IT yang disalahgunakan sehingga mereka melakukan kejahatan
cyber.
3. Komunitas
Untuk membuktikan keahlian mereka dan ingin dilihat orang atau dibilang hebat dan akhirnya tanpa sadar mereka telah melanggar peraturan ITE.
3.4 Cara Penanggulangan Cyber Espionage
-
Melakukan moderenisasi hukum pidana
nasional beserta hukum acara nya , yang di selaraskan dengan konvensi
internasional yang terkait dengan kejahatan tersebut;
-
Meningkatkan system pengamanan jaringan
computer nasional sesuai standar internasional;
- Meningkatkan pemahaman serta ke ahlian aparatur penegak hukum upaya pencegahan , ivestigasi dan penuntutan perkara2 dengan cyber espionage maupun cybercrime.
3.5 Tindakan Hukum
Berdsarkan pasal 167 KUHP yang rumusan nya sebagai berikut :
Ayat
1 : Barang siapa masuk kedalam rumah, ruangan atau perkarangan tertutup di pakai
orang lain dengan melawan hukum atau berada di situ dengan melawan hukum dan
atas permintaan yang berhak atau suruhan nya tidak pergi dengan segera, di ancam dengan pidana penjara paling lama 9
bulan.
Ayat
2 : Barang siapa dengan merusak atau memanjat , dengan menggunakan anak kunci
palsu, perintah palsu , atau pakaian jabatan palsu barang siapa tidak setahu
yang berhak lebih dulu bukan karna ke khilafan masuk dan kedapatan disitu pada
waktu malam, dianggap memaksa masuk.
Ayat 3 : Jika mengeluarkan ancaman atau menggunakan sarana yang dapat menakut kan orang , di ancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun 4 bulan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari
pengamatan yang sudah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
-
Pemerintah Indonesia masih rentan
penyerangan seperti Cyber Attack, Cyber Crime yang berupa kejahatan di dunia
maya
-
Kurangnya aparatur hukum yang dapat
melawan atau menghukum tindak kriminalitas cyber
-
Kurang sumber daya manusia yang mumpuni di
bidangnya
- Tingkat keamanan pada situs pemerintahan masih sangat mudah untuk dibobol hacker
4.2 Saran
-
Memperbanyak aparatur hukum yang mumpuni
dibidang IT
-
Bekerja sama dengan lembaga swasta negeri
maupun asing dengan tujuan memperkuat sistem keamanan cyber
-
Memperbanyak Sumber Daya Manusia yang
dilatih khusus untuk tujuan keamanan cyber
- Studi lanjutan diluar negeri yang mumpuni dibidang pengembangan cyber
Komentar
Posting Komentar